Puasa Sunnah Atau Menolak Undangan

Ketika seseorang mendapat Undangan dari tetangga bagaimana sebaiknya menurut ISLAM.Ada pendapat ynag mengatakan bahwa :
Para ulama berpendapat bahwa jika seseorang mendapatkan undangan walimah pernikahan maka diwajibkan baginya untuk memenuhinya kecuali apabila ada uzur atau halangan yang dibenarkan secara syar’i.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata; "Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan walimah, yang diundang sebatas orang-orang kaya, sementara orang-orang miskin tidak diundang. Siapa yang tidak memenuhi undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya saw."

Akan tetapi terhadap undangan selain walimah pernikahan maka jumhur ulama berpendapat bahwa memenuhi undangannya adalah disukai (mustahab).
Diantara uzur-uzur syar’i yang membolekan seseorang untuk tidak memenuhi suatu undangan—menurut Syeikh Ibnu al Utsaimin—adalah :

1. Tidak terdapat kemunkaran di tempat undangan itu

2. Si pengundang bukan termasuk orang yang mesti dijauhi, seperti : seorang yang suka menampakkah kefasikan atau maksiat secara terang-terangan.

3. Si pengundang adalah seorang muslim.

4. Makanan yang disajikan adalah yang mubah (boleh dimakan).

5. Memenuhi undangan tersebut tidak boleh menggugurkan suatu kewajibannya yang lain atau yang lebih wajib darinya. Jika terjadi bentrokan undangan dengan yang seperti itu maka tidak dibolehkan baginya untuk memenuhinya.

6. Tidak terdapat kemudharatan bagi orang yang memenuhi undangan tersebut, seperti : undangan itu membutuhkan perjalanan jauh atau meninggalkan keluarganya yang tengah membutuhkan dirinya ada ditengah-tengah mereka. (al Qoul al Mufid 3/111)

Demikian pula dengan seseorang yang diundang meski dalam keadaan berpuasa maka dianjurkan baginya untuk memenuhinya selama undangan tersebut memenuhi syarat-syarat yang disebutkan diatas, berdasarkan apa yang diriwayatkan Imam Muslim dari Nafi' dia berkata; Saya mendengar Abdullah bin Umar berkata; Rasulullah saw bersabda: "Penuhilah undangan ini, jika kalian diundang untuknya." Dan Abdullah bin Umar selalu mendatangi undangan pernikahan dan sejenisnya, dan dia mendatangi undangan tersebut meskipun dia sedang berpuasa.

Kemudian apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang memenuhi suatu undangan sementara dirinya berpuasa, apakah ia tetap meneruskan puasanya atau dibolehkan baginya berbuka ?

Syeikh Ibnu al Utsaimin berpendapat bahwa jika puasanya itu adalah puasa qadha maka tidak diperbolehkan baginya untuk berbuka jika diundang untuk suatu walimah, dia tetap menghadirinya dan tidak memakan hidangan yang disuguhkannya. Adapun jika puasanya adalah puasa sunnah maka jika si pengundang memaksanya untuk berbuka dan memakan hidangan itu maka hendaklah dia berbuka namun jika si pengundangnya tidaklah memperdulikannya maka lebih baik untuk tidak berbuka meskipun jika berbuka pun tidak mengapa. (liqoat al Bab al Maftuh 149/11)

Wallahu A’lam.

Source :Para ulama berpendapat bahwa jika seseorang mendapatkan undangan walimah pernikahan maka diwajibkan baginya untuk memenuhinya kecuali apabila ada uzur atau halangan yang dibenarkan secara syar’i.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata; "Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan walimah, yang diundang sebatas orang-orang kaya, sementara orang-orang miskin tidak diundang. Siapa yang tidak memenuhi undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya saw."

Akan tetapi terhadap undangan selain walimah pernikahan maka jumhur ulama berpendapat bahwa memenuhi undangannya adalah disukai (mustahab).
Diantara uzur-uzur syar’i yang membolekan seseorang untuk tidak memenuhi suatu undangan—menurut Syeikh Ibnu al Utsaimin—adalah :

1. Tidak terdapat kemunkaran di tempat undangan itu

2. Si pengundang bukan termasuk orang yang mesti dijauhi, seperti : seorang yang suka menampakkah kefasikan atau maksiat secara terang-terangan.

3. Si pengundang adalah seorang muslim.

4. Makanan yang disajikan adalah yang mubah (boleh dimakan).

5. Memenuhi undangan tersebut tidak boleh menggugurkan suatu kewajibannya yang lain atau yang lebih wajib darinya. Jika terjadi bentrokan undangan dengan yang seperti itu maka tidak dibolehkan baginya untuk memenuhinya.

6. Tidak terdapat kemudharatan bagi orang yang memenuhi undangan tersebut, seperti : undangan itu membutuhkan perjalanan jauh atau meninggalkan keluarganya yang tengah membutuhkan dirinya ada ditengah-tengah mereka. (al Qoul al Mufid 3/111)

Demikian pula dengan seseorang yang diundang meski dalam keadaan berpuasa maka dianjurkan baginya untuk memenuhinya selama undangan tersebut memenuhi syarat-syarat yang disebutkan diatas, berdasarkan apa yang diriwayatkan Imam Muslim dari Nafi' dia berkata; Saya mendengar Abdullah bin Umar berkata; Rasulullah saw bersabda: "Penuhilah undangan ini, jika kalian diundang untuknya." Dan Abdullah bin Umar selalu mendatangi undangan pernikahan dan sejenisnya, dan dia mendatangi undangan tersebut meskipun dia sedang berpuasa.

Kemudian apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang memenuhi suatu undangan sementara dirinya berpuasa, apakah ia tetap meneruskan puasanya atau dibolehkan baginya berbuka ?

Syeikh Ibnu al Utsaimin berpendapat bahwa jika puasanya itu adalah puasa qadha maka tidak diperbolehkan baginya untuk berbuka jika diundang untuk suatu walimah, dia tetap menghadirinya dan tidak memakan hidangan yang disuguhkannya. Adapun jika puasanya adalah puasa sunnah maka jika si pengundang memaksanya untuk berbuka dan memakan hidangan itu maka hendaklah dia berbuka namun jika si pengundangnya tidaklah memperdulikannya maka lebih baik untuk tidak berbuka meskipun jika berbuka pun tidak mengapa. (liqoat al Bab al Maftuh 149/11)

Wallahu A’lam

Para ulama berpendapat bahwa jika seseorang mendapatkan undangan walimah pernikahan maka diwajibkan baginya untuk memenuhinya kecuali apabila ada uzur atau halangan yang dibenarkan secara syar’i.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata; "Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan walimah, yang diundang sebatas orang-orang kaya, sementara orang-orang miskin tidak diundang. Siapa yang tidak memenuhi undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya saw."

Akan tetapi terhadap undangan selain walimah pernikahan maka jumhur ulama berpendapat bahwa memenuhi undangannya adalah disukai (mustahab).
Diantara uzur-uzur syar’i yang membolekan seseorang untuk tidak memenuhi suatu undangan—menurut Syeikh Ibnu al Utsaimin—adalah :

1. Tidak terdapat kemunkaran di tempat undangan itu

2. Si pengundang bukan termasuk orang yang mesti dijauhi, seperti : seorang yang suka menampakkah kefasikan atau maksiat secara terang-terangan.

3. Si pengundang adalah seorang muslim.

4. Makanan yang disajikan adalah yang mubah (boleh dimakan).

5. Memenuhi undangan tersebut tidak boleh menggugurkan suatu kewajibannya yang lain atau yang lebih wajib darinya. Jika terjadi bentrokan undangan dengan yang seperti itu maka tidak dibolehkan baginya untuk memenuhinya.

6. Tidak terdapat kemudharatan bagi orang yang memenuhi undangan tersebut, seperti : undangan itu membutuhkan perjalanan jauh atau meninggalkan keluarganya yang tengah membutuhkan dirinya ada ditengah-tengah mereka. (al Qoul al Mufid 3/111)

Demikian pula dengan seseorang yang diundang meski dalam keadaan berpuasa maka dianjurkan baginya untuk memenuhinya selama undangan tersebut memenuhi syarat-syarat yang disebutkan diatas, berdasarkan apa yang diriwayatkan Imam Muslim dari Nafi' dia berkata; Saya mendengar Abdullah bin Umar berkata; Rasulullah saw bersabda: "Penuhilah undangan ini, jika kalian diundang untuknya." Dan Abdullah bin Umar selalu mendatangi undangan pernikahan dan sejenisnya, dan dia mendatangi undangan tersebut meskipun dia sedang berpuasa.

Kemudian apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang memenuhi suatu undangan sementara dirinya berpuasa, apakah ia tetap meneruskan puasanya atau dibolehkan baginya berbuka ?

Syeikh Ibnu al Utsaimin berpendapat bahwa jika puasanya itu adalah puasa qadha maka tidak diperbolehkan baginya untuk berbuka jika diundang untuk suatu walimah, dia tetap menghadirinya dan tidak memakan hidangan yang disuguhkannya. Adapun jika puasanya adalah puasa sunnah maka jika si pengundang memaksanya untuk berbuka dan memakan hidangan itu maka hendaklah dia berbuka namun jika si pengundangnya tidaklah memperdulikannya maka lebih baik untuk tidak berbuka meskipun jika berbuka pun tidak mengapa. (liqoat al Bab al Maftuh 149/11)

Wallahu A’lam.

source : www.eramuslim.com
 

Artikel Terkait Lainnya :



0 komentar:

:: Terima kasih Anda Telah Memberikan Komentar Atas Blog Ini ::

Posting Komentar

" Terima Kasih Banyak "

Tutorial blog ,Trik &Tips, Freeware © 2010. Design by :Bloggers Sponsored by: Makna-iLmu